Starbucks Hadir di Cianjur, Bagaimana Nasib Kedai Kopi Lokal?

Siapa yang tidak kenal Starbucks? Coffee Shop dengan jaringan global yang sangat besar ini kini hadir di Kabupaten Cianjur dan sudah berdiri di Jalan Dr Muwardi dan diresmikan pada, Selasa (1/11/2022). Sejumlah orang menilai bahwa ini adalah hal yang baik karena investor besar kini melirik Cianjur sebagai pasar yang potensial. Namun, bagaimana nasib kedai kopi lokal?

https://vt.tiktok.com/ZSRcC4NP2/

Sebelum membahas tentang Starbucks dan nasib kedai kopi lokal, ternyata Cianjur memiliki sejarah besar dalam dunia kopi. Kabupaten Cianjur pernah menjadi pemasok kopi terbesar di dunia. Cita rasa kopi arabica dari Kota Santri ini terkenal nikmat dan diakui dunia.

Jan Brenman dalam Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa 1720-1870 menjelaskan, Cianjur adalah pemasok kopi terbesar untuk Maskapai Dagang Hindia Timur yaitu VOC. Pada 1711, Bupati Cianjur Wiratanu III adalah penguasa lokal pertama di Priangan yang menyetor hampir seratus pikul kopi pada VOC, dengan harga yang dia peroleh dari VOC adalah 50 gulden perpikul (satu pikulan sama dengan 125 pon).

Ketika VOC memberlakukan sistem tanam paksa pada 1720, pasokan kopi dari Kota Santri semakin berlimpah. Semuanya terjadi karena para bangsawan lokal yang mendesak para petani kopi untuk menjual hasil panennya dengan harga murah pada penjajah.

Gunawan Yusuf dalam Sejarah Cianjur Bagian VII menjelaskan, ketika Wiratanu III memimpin Cianjur pada 1724, Kota Santri pernah memanen kopi sebanyak 1.216.257 pikul yang setara dengan harga 202.271,25 ringgit.  Setengah sampai tiga perempat perdagangan kopi dunia berasal dari VOC dan jumlah tersebut setengahnya dihasilkan dari Priangan bagian barat, yakni Kabupaten Cianjur.

Dengan cuplikan sejarah di atas, tidak aneh apabila sekarang ada banyak kedai kopi lokal yang menjamur di Cianjur. Sebut saja yang menjadi pionir kedai kopi Cianjur yaitu Depdoo. Seiring berjalannya waktu, muncul kedai kopi lain seperti Lorong Temu, Riung Gunung, Kopi Unggun, Kilometer 95, dan lain sebagainya. Hal itu membuktikan bahwa Cianjur masih punya taring dalam memberdayakan hasil panen lokal dan mengulang sejarah yang kian terlupakan. 

Tetapi, ketika masa Covid-19 melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia, ada banyak kedai kopi lokal yang tutup sementara, pindah tempat, atau bahkan gulung tikar. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan lokal masih belum mendapatkan perhatian, bahkan ketika kondisi krisis sekali pun.

BACA JUGA: Hendak Menyalip, Mobil dan Truk Tabrakan di Ciloto Puncak Cipanas 

Sebut saja Kedai Kopi Coffee Ben. Kedai kopi yang awalnya berdiri di Jalan KH Abdullah Bin Nuh ini kini pindah ke Dewan Kesenian Cianjur (DKC). Kemudian, ada Kopi Kulo yang kini gulung tikar, meskipun bukan asli Cianjur, setidaknya kedai itu milik orang Indonesia.

Saat itu kedai kopi lokal seolah terpaksa harus bergerak sendiri di tengah ketidakpastian ekonomi. Beruntung kekuatan masyarakat masih bisa menguatkan dan saling membantu. Adanya jasa titip, ojek online, dan lain sebagainya, tetap membantu kedai kopi untuk hidup dan berhasil melewati masa Pandemi Covid-19.

Kini, kedai kopi lokal tengah berjuang untuk meningkatkan animo masyarakat. Kedai Kopi Unggun dengan acara musik indie kecil-kecilan atau diskusi ringannya. Kemudian, Kilometer 95 yang menggelar monolog sejarah, bekerja sama dengan sastrawan asal Cianjur Faisal Syahreza, dan masih banyak lagi.

Padahal, seharusnya pemerintah bisa lebih meningkatkan brand awareness dari kedai kopi lokal yang ada di Cianjur agar minimal bisa dilirik secara nasional. Sela Kopi misalnya, bisa memiliki cabang di beberapa daerah seperti Kopi Kenangan atau Janji Jiwa. Tentu itu akan menjadi pencapaian yang luar biasa.

Setelah event perkopian yang digelar di Alun-Alun Cianjur beberapa waktu lalu, pemerintah seolah acuh tak acuh terhadap usaha lokal yang ada di Kabupaten Cianjur. Padahal, tentu pemerintah mampu meningkatkan animo masyarakat untuk membeli kopi lokal, atau setidaknya membantu kedai kopi lokal untuk berkembang dan tetap hidup.

Tidak ada salahnya ketika perusahaan luar negeri berinvestasi di Kabupaten Cianjur, akan tetapi jangan sampai membuat perusahaan lokal di Kota Santri terpuruk karena hype masyarakat terhadap brand luar negeri. Tentu Starbucks yang berinvestasi di Cianjur bisa membawa hal baik, seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meningkat.

Akan tetapi, banyak kasus yang kita temui soal PAD perusahaan luar di suatu daerah yang tidak masuk ke daerah tersebut. Namun, pemerintah bisa menanggulanginya dengan sistem pajak yang mutakhir dan terawasi dengan baik. Jangan sampai ada kesenjangan antara brand luar negeri dengan brand lokal.

Ada juga sisi baik dari munculnya Starbucks di Cianjur ini, salah satunya adalah kini masyarakat Kota Santri tidak harus jauh-jauh hanya untuk merasakan kopi mahal tersebut. Bahkan, bisa jadi juga daya beli masyarakat kini semakin meningkat dan ekonomi Cianjur bisa semakin berkembang.

Mungkin, yang sulit ditemukan dari Starbuck adalah obrolan-obrolan ringan dan event-event sederhana namun penuh kehangatan seperti di kedai kopi lokal. Saat ini mungkin Starbucks memiliki hype yang tinggi, animo masyarakat untuk mencobanya sangat besar, tetapi setelahnya, tidak menutup kemungkinan kopi lokal tetap jadi idaman.

Sementara bagi masyarakat, lebih baik bisa memilih tempat ngopi yang memberikan manfaat untuk daerahnya sendiri. Boleh-boleh saja ngopi di Starbucks (kalau mampu), tetapi perlu diketahui bahwa brand lokal pun punya kelebihan dan kualitas tersendiri. Apalagi, saat ini banyak event keren yang digelar di tempat kopi. Kalau memang sulit untuk bisa ngopi di kafe, Kapal Api dan Kopi Liong bukanlah pilihan yang buruk.

Penulis: Afsal Muhammad (Redaktur Cianjur Update)

Exit mobile version