CIANJURUPDATE.COM – Bayangkan Anda sedang menonton sebuah film horror di layar besar. Anda tahu, film-film seperti itu, penuh dengan ketegangan, teror yang tak terduga, dan tokoh-tokoh yang seolah terjebak dalam labirin tanpa jalan keluar.
Namun, betapapun menyeramkannya film itu, tidak ada yang lebih menakutkan daripada apa yang sedang terjadi di panggung politik Indonesia saat ini. Jika politik adalah panggung drama, maka panggung kita kini berubah menjadi arena penuh intrik, manipulasi, dan pengkhianatan yang jauh lebih menyeramkan daripada film apapun.
Lembaran pertama dari skenario horror ini dimulai dengan sebuah ambisi besar. PKS, yang berperan sebagai salah satu pemeran utama, awalnya merancang skenario dengan mencalonkan Anies Baswedan dan Sohibul Iman sebagai pasangan calon gubernur.
Jakarta yang “Aman” menjadi tema besar yang mereka tawarkan, sebuah janji manis untuk penonton yang sudah terbiasa dengan ketidakpastian. Anies, dengan elektabilitas tinggi, adalah bintang dalam skenario ini, tetapi naskahnya tidak sesederhana itu. Ada batu besar bernama “threshold 20%” yang menghalangi jalannya, sebuah penghalang yang memaksa PKS mencari koalisi untuk menambah kekuatan.
BACA JUGA: Pasukan Operasi Mantap Praja Lodaya Siap Amankan Pilkada Cianjur 2024
Namun, seperti dalam film horror yang baik, rencana yang sudah matang ini segera terjebak dalam jaring-jaring rumit yang disusun oleh kekuatan-kekuatan lain. Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang memegang peran sebagai antagonis dalam skenario ini, mulai bermain. Mereka mengundang PKB, PKS, dan Nasdem untuk bergabung dalam koalisi mereka.
Tetapi, tawaran mereka tidak datang tanpa ancaman—seperti sosok gelap yang menyelinap di balik tirai malam. NasDem diancam dengan kasus hukum, Cak Imin dari PKB dipaksa menghadapi konflik internal yang bisa menggulingkannya, dan PKS diberi umpan jabatan wakil gubernur. Akhir dari babak ini adalah PKS yang mengganti calonnya menjadi Ridwan Kamil – Suswono, dengan koalisi raksasa yang terdiri dari 12 partai.
Saat kita berpikir bahwa cerita ini sudah mencapai puncak ketegangannya, babak baru tiba-tiba terbuka, membawa kita ke lorong-lorong gelap yang lebih dalam. Di sudut yang tak terduga, muncul pasangan calon independen, Dharma Pongrekun – Kun Wardana, seperti sosok misterius yang datang dari bayang-bayang.
Namun, mereka datang dengan aura yang penuh masalah—pengumpulan KTP dengan cara yang curang, bahkan termasuk data anak Anies Baswedan. Masyarakat yang terkejut mengadu ke polisi, tetapi di sinilah keanehan terjadi. Polisi, yang seharusnya menjadi pelindung, justru menghentikan penyelidikan dengan alasan bahwa ini adalah wilayah Bawaslu. Sebuah keputusan yang aneh dan tak masuk akal, seperti twist yang tidak terduga dalam sebuah film.
Ketika kita mulai merasakan bahwa segala sesuatu akan berakhir buruk, skenario semakin rumit dengan adanya reshuffle kabinet. Presiden, yang tampak sebagai sutradara di balik layar, mencopot Menkumham Yasonna Laoly dari PDIP—sebuah keputusan yang menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
PDIP, yang belum juga mengumumkan calon mereka dan terhalang threshold 20%, tampaknya semakin terpojok. Di tengah ini, Mahkamah Konstitusi datang dengan keputusan yang mengejutkan: membatalkan perubahan batas usia calon kepala daerah dan menurunkan threshold menjadi 7,5%. Dampaknya? Beberapa partai seperti PDIP dan PSI bisa mencalonkan kandidat mereka sendiri, sementara Kaesang yang tadinya digadang-gadang, kini harus menelan pil pahit.
Puncak dari cerita horror ini adalah rapat DPR yang akan digelar kemarin. Dengan agenda membahas RUU Pilkada, banyak yang menduga bahwa ini adalah upaya untuk menganulir keputusan MK dengan membuat undang-undang baru. Deadline pendaftaran calon kepala daerah semakin dekat, dan waktu yang tersisa hanya tinggal hitungan hari. Seperti detik-detik terakhir sebelum monster keluar dari persembunyian, ketegangan memuncak.
Dalam kisah ini, para pemainnya bukanlah hantu atau setan, melainkan para politisi dan pejabat yang seharusnya menjaga demokrasi kita. Tapi, seperti dalam cerita horror, bukan hanya kejahatan yang terlihat yang harus kita waspadai, melainkan juga intrik di balik layar, kesepakatan gelap yang dibuat dalam bayang-bayang kekuasaan.
BACA JUGA: Bima Arya Tidak Maju di Pilkada Jabar 2024, PAN Dukung Dedi Mulyadi
Skenario yang tengah kita saksikan ini adalah sebuah acara horror yang nyata, satu-satunya yang tidak berakhir ketika lampu studio kembali menyala, melainkan berlanjut dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan itulah yang membuatnya jauh lebih menakutkan daripada film apapun yang pernah kita tonton.
Kini Peringatan Darurat terus menggema, bisa saja, pagi ini, ketika opini ini terbit, orang-orang turun ke jalan. Mempertanyakan, kapan ketegangan ini usai? Apa yang orang-orang itu cari? Sebagian dari kita ada yang menonton sambil ketakutan, ada juga yang ikut memainkan peran, ada yang hanya jadi figuran, tapi tak pernah ada yang tahu pasti, siapa sutradaranya.