Tak Peka Kondisi Rakyat, Tunjangan Perumahan DPR Dikritik Habis-Habisan
![Tak Peka Kondisi Rakyat, Tunjangan Perumahan DPR Dikritik Habis-Habisan](/wp-content/uploads/2024/10/Tak-Peka-Kondisi-Rakyat-Tunjangan-Perumahan-DPR-Dikritik-Habis-Habisan.jpg)
Lucius menilai bahwa kebijakan ini dibuat tanpa melalui diskusi publik yang terbuka dan seolah-olah diambil secara diam-diam oleh DPR periode sebelumnya.
“Kenapa soal rumah saja jadi prioritas utama di awal periode? Apakah anggota DPR ini hanya mengejar harta?” kritik Lucius.
Selain itu, Lucius juga menyoroti bahwa banyak anggota DPR yang sudah memiliki rumah pribadi di Jakarta, sehingga rumah dinas sering kali tidak ditempati.
Ia mengusulkan agar kebijakan ini dibicarakan dengan baik oleh Sekjen DPR atau Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) untuk menghindari kontroversi seperti yang terjadi dengan rencana pengadaan gorden mahal yang akhirnya ditolak publik.
BACA JUGA:Â Aktivis 98 yang Pernah Diculik Tim Mawar, Ini Dia Profil Annisa Maharani Alzahra Mahesa, Anggota DPR Termuda
“Harus ada evaluasi menyeluruh agar kebijakan ini tidak menjadi polemik di masyarakat,” tegas Lucius.
Lebih lanjut, Lucius mengungkapkan bahwa tunjangan rumah bulanan yang diusulkan berkisar antara Rp30 juta hingga Rp50 juta per bulan, tergantung pada harga sewa rumah di sekitar Senayan.
Menurutnya, hal ini bisa menguntungkan anggota DPR yang memilih untuk menyewa rumah dengan harga lebih murah atau bahkan tidak menyewa sama sekali karena sudah memiliki rumah pribadi.
“Ini justru jadi keuntungan bagi mereka, bisa dapat uang banyak tanpa perlu menyewa rumah mahal,” ungkapnya.
Peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC), Arif Adiputro, juga mengkritik kebijakan ini.
Ia menilai alasan pemberian tunjangan dengan dalih rumah dinas tidak layak huni merupakan pemborosan anggaran.