Tawar Menawar Harga ‘Belah Semangka’ di Balik Perkara

Jamwas Kejagung RI Amir Yanto, yang dikonfirmasi Suara.com Senin (25/10) malam, mengakui sudah bergerak menangani perkara ini.
“Terakhir, saya sudah meminta Kajati Lampung untuk menindaklanjuti dugaan ini,” kata Amir Yanto.
Banyak modus
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan menegaskan bila terdapat bukti permulaan, dugaan penerimaan uang terkait perkara ini bisa dilaporkan ke polisi.
Dia mengakui, kasus penerimaan uang yang melibatkan jaksa masih cukup sering terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir..
“Kalau dilakukan pemetaan, ada lima modusnya,” kata dia.
Modus pertama, memuluskan proyek dengan dalih pengawalan. Modus ini marak terjadi saat masih ada Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah atau TP4D. Contoh kasusnya, seorang jaksa di Yogyakarta terjaring operasi tangkap tangan KPK.
Modus kedua, memeras yang sedang berperkara. Misalnya, kata Yuris, pemerasan terhadap kepala sekolah dengan dalih akan dijerat perihal dana BOS, seperti yang terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Modus ketiga, menghentikan atau tidak menindaklanjuti dugaan perkara korupsi. Temuan atau indikasi adanya praktik korupsi dibarter dengan pihak tertentu, agar perkaranya tidak dinaikkan ke pengadilan.
“Selanjutnya, modus keempat adalah mengatur tuntutan. Saat persidangan, jaksa bersepakat dengan pihak tertentu, semisal untuk menggunakan pasal yang lebih ringan, mengatur tuntutan, dan lain-lain. Itu pernah terjadi di kejati DKI, menjerat aspidsus DKI.”
Kemudian modus kelima, berkomplot dengan terpidana untuk memperingan eksekusi. Kasus Jaksa Pinangki, yang seharusnya jadi eksekutor putusan pengadilan, justru membantu terpidana menghindar dari eksekusi.(*)