CIANJURUPDATE.COM – Baru-baru ini “Delirium” muncul mejadi istilah yang kini populer semenjak masuk ke dalam daftar gejala infeksi virus corona atau Covid-19. Kondisi ini banyak dialami oleh sejumlah pasien positif virus Corona, khususnya kaum lansia. Lantas apa sih Delirium itu?
Delirium bukan sesuatu yang berdampak pada fisik seperti nyeri atau sesak nafas. Karena Delirium diindikasi sebagai gejala Covid-19 yang berkaitan dengan kondisi kesadaran, kognitif, dan psikis pasien.
Delirium adalah gangguan serius pada kemampuan mental yang mengakibatkan kebingungan dan kesadaran yang berkurang. Seseorang yang mengalami Delirium akan merasakan sulit untuk berpikir, berkonsentrasi, mengingat, dan kesulitan tidur.
Mengutip laman Mayo Clinic, gejala Delirium biasanya dimulai dengan cepat dalam beberapa jam atau beberapa hari. Gejala Delirium sering berfluktuasi sepanjang hari, namun ada periode tanpa gejala. Gejala Delirium cenderung menjadi lebih buruk pada malam hari.
Sejumlah penelitian telah mempelajari tentang manifestasi Covid-19 pada sistem saraf. Delirium dan keadaan kebingungan, adalah gejala yang cukup umum oleh pasien Covid-19 yang dapat terjadi sejak hari pertama.
Studi yang diterbitkan di Jama Network, menemukan terhadap 817 pasien lansia positif virus Corona, 28 persen mengalami Delirium saat presentasi, dan delirium adalah gejala keenam yang paling umum dari semua gejala dan tanda yang muncul. Di antaranya pasien mengigau, 16 persen menunjukkan Delirium sebagai gejala utama dan 37 persen tidak memiliki gejala atau tanda Covid-19 yang khas, seperti batuk atau demam.
Penelitian tersebut mencatat bahwa temuan ini menunjukkan pentingnya klinis memasukkan Delirium pada daftar periksa pasien yang menunjukkan tanda dan gejala Covid-19.
Gangguan Delirium yang ditandai dengan empat ciri, yaitu gangguan kesadaran sampai koma, gangguan kognitif disorientasi sampai tidak bisa membedakan mana realita dan khayalan, gangguan emosi dan kecemasan, serta gangguan tidur. Kondisi ini sifatnya dinamis alias berubah-ubah.
Sebuah temuan dari Journal of Clinical Immunology and Immunotherapy menunjukkan bahwa kemungkinan berkembangnya Delirium juga tergantung pada gejala neurologis ringan lainnya, seperti hilangnya indra penciuman atau pengecap.
Penelitian tersebut juga mengamati pada tingkat paling awal, delirium dapat dipicu oleh tiga faktor, yakni:
- Hypoxia
Ketika jaringan otak kekurangan kadar oksigen, yang dapat menyebabkan pembengkakan saraf dan edema, dan menyebabkan kerusakan eksternal atau internal di otak. - Peradangan
Badai sitokin, ketika sistem kekebalan menjadi terlalu aktif dan menyerang organ-organ juga bertanggung jawab untuk mengubah atau merusak fungsi otak. - Toksisitas neuronal
Ini dianggap sebagai komplikasi yang jarang terjadi, ketika virus Sars-Cov-2 secara langsung mengganggu fungsi saraf pada tingkat sel, bahkan sebelum mencapai rongga paru-paru.(ct7/sis)